Aspirin Bukan Hanya untuk Sakit Kepala: Manfaat Mencegah Serangan Jantung

Aspirin, atau asam asetilsalisilat, telah dikenal luas sebagai pereda nyeri dan penurun demam. Namun, di dunia kardiologi, fungsi utamanya jauh lebih penting: ia merupakan agen antitrombosis yang efektif dalam Mencegah Serangan Jantung dan stroke iskemik. Kemampuan Aspirin dalam menghambat agregasi trombosit atau pembekuan darah menjadikannya salah satu obat yang paling sering diresepkan untuk pencegahan kardiovaskular sekunder. Memahami mekanisme kerja Aspirin dalam Mencegah Serangan Jantung sangat penting, meskipun penggunaannya harus selalu di bawah pengawasan dokter karena potensi risiko perdarahan. Keputusan untuk menggunakan Aspirin harus didasarkan pada perhitungan risiko dan manfaat yang cermat bagi setiap pasien.


Mekanisme Kerja Aspirin dalam Antitrombosis

Kunci peran Aspirin dalam Mencegah Serangan Jantung terletak pada kemampuannya untuk mengganggu proses pembekuan darah. Aspirin bekerja dengan menghambat secara ireversibel enzim siklooksigenase (COX-1) di dalam trombosit (keping darah). Penghambatan COX-1 ini mencegah pembentukan tromboksan A2​ (TXA2​), suatu zat kuat yang memicu trombosit untuk saling menempel dan membentuk bekuan darah.

Ketika plak aterosklerosis di arteri pecah, ia memicu pembentukan bekuan darah yang dapat menyumbat aliran darah ke jantung (menyebabkan serangan jantung) atau ke otak (menyebabkan stroke). Dengan dosis rendah (umumnya 80 hingga 100 mg per hari), Aspirin mengurangi kemampuan trombosit untuk membentuk bekuan yang mematikan tersebut. Efek ini bersifat permanen selama masa hidup trombosit (sekitar 7 hingga 10 hari), sehingga dosis rendah harian sudah cukup untuk menjaga efek antitrombosis.


Pencegahan Primer dan Sekunder

Penggunaan Aspirin dibagi menjadi dua kategori:

  1. Pencegahan Sekunder: Ini adalah penggunaan yang paling terbukti dan direkomendasikan. Aspirin diberikan kepada individu yang sudah pernah mengalami serangan jantung, stroke iskemik, atau memiliki riwayat penyakit arteri koroner. Dalam kasus ini, manfaat Aspirin jelas lebih besar daripada risiko perdarahan.
  2. Pencegahan Primer: Ini adalah pencegahan pada individu yang belum pernah mengalami kejadian kardiovaskular. Rekomendasi untuk pencegahan primer semakin diperketat oleh pedoman medis terbaru. Dokter hanya akan meresepkan Aspirin jika pasien memiliki risiko kardiovaskular yang sangat tinggi (misalnya, diabetes atau riwayat keluarga kuat) tetapi memiliki risiko perdarahan saluran cerna yang rendah.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), dalam guideline mereka yang diperbarui pada tahun 2024, menegaskan bahwa keputusan penggunaan Aspirin untuk pencegahan primer harus dilakukan melalui penilaian risiko individual oleh Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah (Sp.JP).


Risiko Perdarahan dan Pengawasan Medis

Meskipun efektif, Aspirin tidak bebas risiko. Efek samping yang paling serius adalah risiko perdarahan, terutama perdarahan saluran pencernaan (gastrointestinal bleeding) dan, dalam kasus yang jarang, perdarahan otak (intracranial hemorrhage).

Oleh karena itu, bagi pasien yang menjalani terapi Aspirin jangka panjang, dokter seringkali merekomendasikan penggunaan Obat Asam Lambung jenis PPI (misalnya Omeprazole) secara bersamaan, terutama jika pasien memiliki riwayat tukak lambung atau faktor risiko perdarahan lainnya. Keputusan ini biasanya diambil dalam konsultasi rutin, misalnya, saat pasien menghadiri janji temu di Poli Jantung RS Jantung Harapan Kita pada hari Kamis, 2 Oktober 2025. Pengawasan ketat, termasuk tes darah rutin untuk memantau nilai hemoglobin, harus selalu dilakukan untuk menyeimbangkan manfaat besar dari Mencegah Serangan Jantung dengan risiko efek samping.