Prediabetes adalah kondisi kritis di mana kadar gula darah lebih tinggi dari normal, namun belum mencapai ambang batas untuk didiagnosis sebagai Diabetes Melitus Tipe 2. Kondisi ini sering diabaikan, padahal ini adalah kesempatan emas untuk melakukan intervensi dan membalikkan keadaan. Kunci untuk menghindari transisi penuh ke diabetes adalah Mengetahui Batas Aman gula darah Anda dan mengambil tindakan pencegahan yang tegas. Mengetahui Batas Aman bukan hanya sekadar angka, melainkan kesadaran penuh akan sinyal bahaya yang diberikan tubuh sebelum kerusakan permanen terjadi.
Memahami Batas Aman Gula Darah 🩸
Untuk Mengetahui Batas Aman dan mendiagnosis prediabetes, ada tiga jenis tes darah utama yang digunakan:
- Gula Darah Puasa (GDP): Dilakukan setelah tidak makan selama 8 jam. Batas normal adalah di bawah 100 mg/dL. Rentang prediabetes adalah 100 hingga 125 mg/dL. Angka 126 mg/dL atau lebih pada dua kali pemeriksaan mengindikasikan diabetes.
- Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO): Gula darah diukur 2 jam setelah minum larutan glukosa. Batas prediabetes adalah 140 hingga 199 mg/dL.
- HbA1c: Tes ini memberikan gambaran rata-rata gula darah selama 2 hingga 3 bulan terakhir. Batas normal adalah di bawah 5,7%. Rentang prediabetes adalah 5,7% hingga 6,4%.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) merekomendasikan setiap individu yang memiliki faktor risiko (riwayat keluarga, obesitas, usia di atas 45 tahun) untuk melakukan skrining HbA1c minimal setahun sekali.
Strategi Mencegah Lonjakan Gula Darah
Setelah teridentifikasi berada di zona prediabetes, fokus utama harus beralih pada pencegahan lonjakan gula darah yang dapat merusak pankreas dan sel-sel tubuh.
- Modifikasi Diet (Mengelola Karbohidrat): Kunci utamanya adalah memilih karbohidrat kompleks (serat tinggi) daripada karbohidrat sederhana. Ahli Gizi Klinis, Ibu Rina Puspita, S.Gz., merekomendasikan penggantian nasi putih dengan biji-bijian utuh seperti oat atau beras merah. Beliau menyarankan pasien prediabetes untuk mengonsumsi makanan yang memiliki Indeks Glikemik (IG) rendah (di bawah 55), dan menghindari minuman manis berfruktosa tinggi, yang secara cepat membebani hati dan memicu resistensi insulin.
- Aktivitas Fisik Teratur: Olahraga bertindak sebagai “insulin kedua.” Aktivitas seperti jalan cepat atau bersepeda, minimal 150 menit per minggu (misalnya, 30 menit setiap hari Senin sampai Jumat), secara langsung membantu otot menggunakan glukosa untuk energi, sehingga menurunkan kadar gula darah.
- Manajemen Berat Badan: Menurunkan berat badan 5% hingga 7% saja dapat mengurangi risiko diabetes secara signifikan. Pusat Edukasi Diabetes Nasional mencatat bahwa program intervensi gaya hidup intensif berhasil mencegah diabetes pada 58% partisipan prediabetes dalam studi jangka panjang.
Dengan pemantauan rutin dan perubahan gaya hidup yang konsisten, prediabetes adalah kondisi yang dapat sepenuhnya dibalikkan, memastikan seseorang tidak jatuh ke dalam jurang komplikasi diabetes.
